Syariat nikah dalam Islam sebenarnya sangatlah simpel dan tidak terlalu rumit. Apabila sebuah ritual pernikahan telah memenuhi rukun dan persyaratannya, maka sebuah pernikahan sudah dianggap sah. Namun karena paradigma budaya yang terlalu disakralkan justru malah menimbulkan kerumitan-kerumitan, baik sebelum pernikahan ataupun pada saat pernikahan. Hal ini disebabkan diantaranya karena sesuatu yang telah menjadi budaya atau adat istiadat.
Adat pernikahan di daerah aliran sungai Lubai adalah adat perkawinan/pernikahan Lubai karena sebagian besar penduduk yang berdiam di daerah ini adalah suku asli Lubai. Prosesi pernikahan adat suku Lubai atau jeme Lubai ada beberapa tahap yang harus dilaksanakan antara lain :
Tahap Bemasak
Pengertian bemasak
Arti bemasak adalah memasak makanan. Kata bemasak artinya memasak untuk keperluan acara pernikahan adat suku Lubai. Kata bemasak sering diucapkan oleh kaum ibu yang ada hubungan dengan masakan. Gadis itu pacak bemasak juadah. Gadis itu pacak bemasak gulai pindang baung. Ungkapan pacak bemasak bermakna pandai memasak.
Bemasak masakan tahap ke sembilan (ke-9) adat pernikahan suku Lubai. Bemasak masakan adalah kegiatan memasak makanan yang dilaksanakan bersama-sama, untuk keperluan acara pesta pernikahan adat suku Lubai.
Waktu dan Tempat
Waktu pelaksanaan : Bemasak akan dilaksanakan, sehari sebelum upacara pernikahan dilangsungkan.
Tempat pelaksanaan : Pelaksanaan bemasak masakan, biasanya dirumah pengantin wanita dan dirumah pengantin pria.
Keterlibatan sanak saudara :
- Terutama, sanak saudara yang pandai memasak makanan, yang telah menjadi tulang punggung dalam persiapan dapur.
- Sanak saudara yang lain, yang telah membantu mengkoordinir dan memastikan semua berjalan lancar.
- Ibu-ibu dan saudara perempuan yang telah menyumbangkan resep-resep istimewa untuk acara memasak makanan.
- Sanak saudara laki-laki yang telah membantu mengurus logistik dan memastikan semua bahan makanan tersedia.
Pembagian tanggung jawab :
- Ibu-ibu mempersiapkan bumbu untuk memasak nasi dan sayuran.
- Bapak- bapak memotong hewan seperti ayam, kambing, atau sapi yang akan dimasak oleh ibu- ibu sebagai lauk dalam upacara pernikahan.
Aplikasi bemasak
Apabila ada yang menggelar hajatan, baik syukuran pernikahan atau khitanan, masyarakat suku Lubai kompak turun tangan. untuk membantu sohibul hajat. Para pemuda dan pemudi petua dan petuwi (maksudnya orang dewasa), mereka terlibat dalam acara hajatan warganya dari mulai mempersiapkan panggung, memasak sampai mengantarkan hidangan ke rumah-rumah warga. Mereka tidak dibayar, justru sebaliknya mereka ikut menyumbangkan hartanya.
Karena kekompakannya itulah, masyarakat suku Lubai tidak ada acara hajatan yang biasa-biasa saja. Jangankan warga yang tergolong berada, mereka yang tergolong ekonomi lemah juga akan mendapatkan bantuan tenaga bemasak masakan.
Keluarga penulis pada tahun 1976 melaksanakan acara bemasak masakan untuk sedekah pengantin kakak kami Haji Iskandar bin M. Ibrahim. Pelaksanaan bemasak masakan dirumah keluarga penulis, di desa Jiwa Baru sangat ramai. Ketua bemasak masakan dipercaya kepada ayuk Artasiah binti Buhri. Ayahanda penulis memotong seekor sapi jantan besar yang dibeli dari desa Gunung Raja dan seekor kambing jantan hibah dari kakek Haji Muhammad Dum bin Puyang Maliki. Selain memotong seekor sapi dan seekor kambing, tidak ketinggalan beberapa ekor ayampun dipotong. Ikan-ikan dari tebat lau-lau dan tebat sehokdian juga ikut dimasak beramai-ramai. Suatu acara bemasak masakan yang tidak akan terlupakan bagi keluarga penulis.
Suasana ramai saat memasak makanan pernikahan bisa digambarkan dengan beberapa kata, seperti "riuh rendah," "gemuruh," "sibuk tak terkira," "hiruk pikuk," atau "penuh semangat." Kata-kata ini menyoroti kegaduhan dan aktivitas yang terjadi di dapur saat mempersiapkan hidangan untuk acara besar.
Berikut beberapa kata-kata yang mengambarkan suasana saat memasak makanan :
Berikut beberapa kata-kata yang mengambarkan suasana saat memasak makanan :
- Dapur bagaikan pasar, riuh rendah dengan suara panci, wajan, an obrolan para juru masak dari kalangan sanak saudara yang berkenan membantu memasak."
- Gemuruh suara kompor (waktu itu menggunakan puntung kayu pelawan) dan alat masak beradu, menandakan pesta pernikahan akan segera dimulai.
- Sibuk tak terkira, para koki (sanak saudara, he, he, he) bekerja keras menyiapkan hidangan terbaik untuk para tamu.
- Hiruk pikuk dapur terasa begitu hidup, semua sanal saudara yang hadir bersemangat menyukses kan acara pernikahan.
- Penuh semangat, dapur pernikahan menjadi saksi bisu perjuangan para juru masak.
- Suara sendok, garpu, dan piring bersahutan, menambah semarak suasana dapur pernikahan.
- Aroma masakan yang khas tercium, menggugah selera dan membuat perut keroncongan.
- Para juru masak beradu cepat, memastikan semua hidangan tersaji tepat waktu.
Acara bemasak masakan saat ini sudah jarang dilaksanakan, dikarenakan pihak sohibul hajat sudah memesan makanan keperluan sedekah pengantin ke jasa catering. Masa berubah, tradisipun akan berubah. Tradisi bemasak masakan semakin terlupakan oleh generasi muda Lubai.
Kesimpulan
Kondisi sosial dan karakter masyarakat pada suatu masa dan tempat berbeda dengan masa dan tempat lain, oleh karena itu perlu dipahami seluruh kondisi sosial suatu masyarakat dalam menetapkan hukum. Dan apa yang terlihat irasional dalam suatu masyarakat, bisa jadi dipandang sebagai keluhuran akal pikiran pada masyarakat lainnya.
Demi menciptakan masyarakat yang tenteram dan damai terutama dalam berkeluarga, harus ada keterbukaan, dengan adanya sikap saling terbuka tersebut satu sama lainnya bisa saling mengerti keinginan dari masing-masing pihak, maka perselisihan bisa diminimalisir.
Walaupun adat bemasak masakan menurut hukum Islam tidak ada nashnya, tapi hal ini sesuai dengan etika masyarakat sebagai mahluk sosial, bahwa pelaksanaan adat suku Lubai ini bertujuan tolong menolong didalam kebaikan yaitu memberikan bantuan tenaga perhelatan pesta pernikahan.
Semoga kajian bemasak masakan adat pernikahan suku Lubai bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi bahan pertimbangan pelaksanaan pernikahan adat suku Lubai. Apabila diperbolehkan menurut hukum Islam marilah kita laksanakan dan apabila dilarang marilah kita hindarkan.
Terima kasih atas kunjungan keblog kami.
Salam hangat dari kami diperantauan...
Amrullah Ibrahim
Salam hangat dari kami diperantauan...
Amrullah Ibrahim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar